Konflik intensif antara Iran dan Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat terhadap Israel dalam serangan ke fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan. Keterlibatan AS ini meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memberikan pengaruh besar pada pasar keuangan global, termasuk di Indonesia.
Pada awal pekan ini, IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan akan menghadapi tekanan signifikan, demikian pula nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Investor khawatir terhadap potensi ketidakpastian ekonomi akibat meningkatnya intensitas ketegangan geopolitik di wilayah Timur Tengah.
Aksi jual oleh investor yang beralih pada aset safe haven seperti dolar AS dan emas diperkirakan memperburuk kondisi IHSG. Nilai tukar Rupiah dalam waktu dekat bisa menembus Rp 16.500 hingga Rp 16.600 per dolar AS, setelah mendekati Rp 16.395 pada penutupan Jumat (20/6/2025).
Pasar saham internasional, termasuk S&P 500 dan Nasdaq, terkoreksi sekitar 0,2–0,5% akibat sentimen risiko. Pasar Asia, termasuk IHSG, juga mengalami penurunan 61,50 poin atau 0,88% ke posisi 6.907,14, dan LQ45 turun 9,88 poin atau 1,28% ke posisi 764,93.
Harga minyak mengalami kenaikan 7–11% setelah serangan AS ke Iran, dengan Brent naik 3,2% menjadi US$ 76,60 per barel. Penutupan Selat Hormuz oleh Iran dapat menaikkan harga minyak dunia ke US$ 100 per barel, menurut prediksi Goldman Sachs, menambah tekanan inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Bank of England menurunkan suku bunga menjadi 4,25% sebagai langkah strategis. Analis menyarankan investor untuk menerapkan strategi hedging, memantau perkembangan konflik dan harga minyak, serta fokus pada strategi investasi utama.
IHSG diperkirakan akan bertahan di kisaran level 6.761-6.778, meskipun dalam skenario terburuk. Mid flow di 6.828 – 6.806 dan moderate di 6.878 – 6.861. Investor disarankan membeli saham-saham ANTM, PSAB, BRMS, ADRO, PTBA, INCO, INDY, PGAS, MEDC, ENRG, DKFT, dan TOBA saat peluang muncul.